Kamis, 22 November 2007

Tua-Tua Kuliah

Tua-tua kuliah. Inilah yang saya rasakan ketika memutuskan untuk kuliah lagi. Pada tahun 2004, pendidikan terakhir saya cuma sarjana muda, jebolan dari Sekolah Tinggi Publisistik yang sekarang ini bernama Institut Ilmu Sosial dan Politik. Itu yang bekas rektornya yang cukup dikenal oleh wartawan, H.M Hoetasoehoet, dan kampusnya dijuluki "Kampus Tercinta".

Saya nggak sampai sarjana, padahal waktu itu sudah tinggal skripsi. SKS sudah 154. Begitu akan membuat skripsi dan masalah pokok sudah ditentukan, eh keranjingan kerja di Majalah Hai Kelompok Kompas Gramedia. Pendek kata dari 1986 hingga 2004, bablas nggak pernah ke kampus yang terletak di Lenteng Agung itu.

Reformasi di negeri ini, terjadi juga di dalam diri saya. Berpikiran untuk sekolah lagi. Orang bilang pengalaman bekerja yang sudah hampir 20 tahun waktu itu sudahlah bisa dianggap sarjana. Tapi, saya mau legalitas. Ikut kuliah ambil yang kelas eksekutif. Di hitung-hitung jumlah SKS, kuliahnya jadinya cuma setahun di Universitas Surapati. Kampus di Cawang, tapi saya kuliah di Bidakara.

Masuk perdana, dikira dosen. Padahal yang mengira dosen, usianya juga nggak jauh beda dengan saya. Beraneka ragam teman di kelas. Ada ibu-ibu, gadis, bapak-bapak, ada juga anak muda yang baru lulus SMU. Lucu, geli, tapi saya jalanin dengan serius.

Diskusi di kelas, ujian, bikin paper, bikin skripsi, dan akhirnya sidang saya lakoni. Wisudanya sendiri berlangsung di Halim dan ratusan mahasiswa yang mengikutinya.

Belum keluar ijazah S-1, mencoba ikut tes masuk Magister Manajemen Universitas Gajah Mada. Untuk kuliah S-2 ini saya memang sudah bulatkan tekad untuk serius. Tak dinyana dua tes di MM UGM ini (TPA dan Toefl) saya lalui dengan mulus. Jadilah saya mulai tahun 2005 berpredikat mahasiswa MM UGM.

Kampusnya bukan yang di Kaliurang, Yogyakarta, melainkan yang di Gondangdia, Cikini, Jakarta, atau di bekas Gedung Bapindo dulu. Saya menjadi mahasiswa kelas Akhir Pekan (AP). Artinya, kuliahnya hanya pada hari Sabtu dan Minggu, dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB. Kelas lain juga ada, yaitu kelas eksekutif, waktu kuliahnya setiap malam.

Aha, kelas AP, kelas jauh, atau kelas apalah, sering memang menjadi olok-olok. Tapi, juga ada yang mengagumi, kok saya bisa lulus tes? Masuk pertama kali di kelas beraneka ragam latar belakang dan usia. Untuk usia, saya nomor dua dari yang paling tua. Yang lain rata-rata di bawah usia 40 tahun. Bahkan ada yang baru luluar S1. sedangkan untuk beckground pendidikan macam-macam, ada dari UI, UGM, Unpad, Unand, Unair, Unsri, Unsu, IPDN, Sekolah Tinggi Telkom, dan banyak lagi.

Mereka rata-rata sudah bekerja dan beraneka ragam bidang. Ada yang direktur bank, sekuritas, manajer bank pemerintah, bank swasta, direksi perusahan pupuk, asuransi, dan banyak lagi. bahkan ada yang dari partai, yaitu PKS. Hanya satu yang berprofesi sebagai wartawan, ya saya. Apalagi wartawan olahraga, nggak ada selain saya. Kebetulan di antara mereka ada yang mengenali saya melalui liputan sepakbola maupun tampilan sebagai komentator di televisi. Begitu pula dengan dosen-dosen, banyak yang menyukai sepakbola. Komunikasi awal sering nyambung.

Namun, sering juga nggak nyambung kalau sudah mengupas materi kuliah. Saya benar-benar "dicuci otak". Dari pergaulan liputan olahraga puluhan tahun, hingga selama dua tahun disusupi berbagai persoalan dengan dasar manajemen ekonomi, otak saya benar-benar direformasi.

Bedah bisnis, bedah kasus perusahaan, diskusi dengan berbagai doktor maupun profesor ekonomi, presentasi, riset bisnis, statistik, analisis keuangan, dilalui berjam-jam di hari yang kebanyakan orang hari libur dan dengan mata yang sering tidak tahan ngantuknya, sampai akhirnya pada 24 November lalu, kuliah saya benar-benar usai. Yang tinggal kini adalah tesis. IPK saya terbilang lumayan, sudah tembus 3,5. Tesis yang sedang saya rampungkan berjudul: "Formulasi Strategi Tabloid BOLA dalam Industri Media Cetak Olahraga."

Saya ambil tema itu biar lebih efisien dan efektif. Pengalaman 18 tahun di Tabloid BOLA rasanya menjadi bekal yang berharga buat memperlancar proses pembuatan tesis yang saya rencanakan selesai bulan Desember ini.

Belum selesai tesis, saya sudah ancang-ancang untuk ambil S-3. Doain, ya. Saya sudah kalah usia, makanya saya mau ambil jalan tol. Biar pensiun nanti lebih berkualitas. Tidak melulu mengandalkan belas kasihan anak-anak. Perjalanan manusia memang sering tak terduga.

Tidak ada komentar: