Jumat, 29 Agustus 2008

Pertemuan Orangtua Murid

Hiii, terkadang malu sendiri kalau harus membicarakan hal ini. Tapi, inilah tanggungjawab dan keinginan saya untuk terus mengikuti perkembangan anak. Sejak anak masuk SMP sayalah yang selalu hadir dalam pertemuan orangtua murid jika ada undangan dari sekolah. Pertemuannya macam-macam, ada untuk mengambil raport, soal kegiatan sekolah, kenaikan SPP, dan banyak lagi.

Itu saya lakukan sejak Dinda, anak saya yang pertama berada di SMP (sekarang ia hampir selesai kuliah di ITB/wisuda bulan Maret 2009) dan Anggia, anak saya yang kedua yang sekarang duduk di bangku SMA 26 Jakarta kelas 3. Dihitung sudah 10 tahun saya mondar-mandir ke sekolah anak-anak saya. Dinda SMP nya di SMP 3 Jakarta dan SMA-nya di SMA 8 Jkt. Sementara Anggia, SMP-nya di SMP 115 Jakarta.

Pada Kamis (28/8) lalu, mulai pukul 15.30 WIB saya hadir lagi di sekolah Anggia, bilangan Tebet, untuk diberikan penjelasan soal materi kegiatan kelas 3 SMA. Maklum kelas ini merupakan akhir dari SMA dan akan mengikuti tes masuk perguruan tinggi.

Ketika Dinda pada masa ini, saya benar-benar mengikuti. Dari kegiatan belajar hingga bimbingan belajar di luar, bahkan soal skor-skor yang didapatnya. Skor itu sangat penting sebagai bahan dasar untuk mencoba tes perguruan tinggi yang diinginkan.

Untuk Dinda memang harus angkat topi buat dia. Untuk sekolah dia sudah melewati kepintaran orangtuanya. Dari SD sampai SMA rangking terus. Bahkan di SMP ketika lulus merupakan terbaik dan diterima ke SMA 8 Jkt, SMA terbaik se Indonesia. Dari kondisi inilah ia memasang target untuk masuk ITB Teknik Kimia dan diterima.

Nah, untuk Anggia kami sudah ancang-ancang. Ia ikut bimbingan belajar, sambil tentu konsentrasi di sekolahnya. Namun, ia bukan seperti Dinda. Ia lebih tertarik kepada bidang sosial walau sekarang ini berada di kelas IPA. Kegiatan eskulnya juga di bidang seni, seperti tari dan musik.

Kembali kepada pertemuan ortu, mayoritas tentu adalah para ibu. Sementara kepala sekolah dan walikelas kebanyakan adalah wanita. Ketika tukar menukar informasi dan masukan, sering walikelas maupun kepala sekolah menyatakan pujian atas perhatian saya seorang bapak kepada anak-anak saya. Saya selalu menjawab soal tanggungjawab dan kebetulan saya juga tertarik mengetahui dunia pendidikan seperti ini.

Akhirnya saya menjadi lebih sering diskusi dengan anak-anak perempuan saya itu, terutama tentu dalam usaha menyelesaikan sekolah. Sebab, kalau soal pelajarannya tentu saya sudah kurang memahami, apalagi mata kuliah Dinda yang rumus-rumus teknik melulu.

Insya Allah dari penyelusuran dan ikut terlibat aktif dalam pendidikan anak-anak membuahkan hasil terbaik, minimal memberikan bekal pendidikan tingkat sarjana. Untuk tingkat S-2, saya menganjurkan untuk mencari beasiswa walau untuk itu dana tetap dialokasikan. Tapi, setidaknya diperlukan pengalaman bekerja dulu.

Ayo my daughter, kejar cita-cita setinggi langit! God bless you!

Minggu, 24 Agustus 2008

S-3

Saya mulai menapaki masuk kuliah lagi di tingkat S-3 atau Doktor. Pilihan kembali lagi kepada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sabtu dan Minggu (23-24 Agustus) kemarin sudah mulai pada Pra-S3. Ada tujuh orang peserta di Sekolah Pasca Sarjana UGM itu. Selain saya, enam orang lagi berprofesi sebagai dosen. Bahkan seorang sebagai rektor.

Alhamdulillah, berarti tambah pergaulan lagi. Pengajarnya, karena tingkatan bertambah lagi maka pengajarnya adalah para profesor. Gaya kuliah kali ini memang ekspres. Tiba saya di Stasiun Tugu Yogyakarta langsung ke kampus, belajar hingga sore hari.

Masa Pra-Doktor ini akan berlangsung dua bulan. Pada saat usai para mahasiswa diharapkan sudah menemukan masalah yang akan diteliti untuk dijadikan disertasi. Bagi saya, masalah yang akan diteliti tidak jauh-jauh lagi dengan pekeraan, yaitu industri media massa. Judulnya apa, masih terus menggelinding.

Saya harus bersyukur kepada Tuhan. Di tengah hiruk pikuk kondisi sekarang, masih diberikan kekuatan untuk mulai memasuki pendidikan S-3. Terimakasih, Tuhan! Juga tentu kepada keluarga yang memberikan keleluasaan kepada saya untuk mengambil pendidikan, padahal usia sudah kepala lima. Kata orang: pendidikan untuk semua orang, sepanjang masa.