Kamis, 06 Agustus 2009

LAPANGAN BANTENG

Bagi masyarakat Jakarta, area Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, sudah menjadi akrab. Mereka juga rata-rata pernah berkunjung atau melewati tempat itu. Kalau sekarang ke sana, Anda akan menjumpai pameran yang semakin tahun memberikan ikon tempat itu, yaitu Pameran Flora dan Fauna atau Pameran Flona. Pameran itu berlangsung sejak 17 Juli lalu dan akan berakhir pada 20 Agustus mendatang. Biasanya memang berlangsung selama sebulan.

Bagi orang yang sudah terbiasa melihat pameran itu, biasanya jika ingin membeli tanaman menunggu pada hari-hari akhir. Nah pada saat itu, tanaman biasanya diobral.

Bagi saya, Lapangan Banteng selain sekarang menjadi arena kunjungan menyaksikan Pameran Flona tersebut, juga banyak cerita. Sekolah di SMA I yang terletak di Jalan Budi Utomo, tidak jauh dari tempat ini. Pada tahun 1970-an itu di bawah tugu pembebasan Irian Barat banyak kegiatan di Lapangan Banteng. Ada terminal bis dalam kota terbesar di Jakarta juga menjadi arena berolahraga, khususnya sepakbola.

Terminal bis sekarang sudah tidak ada, diganti oleh taman yang setiap tahunnya diisi oleh kegiatan Pameran Flona itu. Sementara lapangan sepakbola masih ada. Satu bertribun dengan lintasan atletiknya, satunya lagi tidak dan di sampingnya ada lapangan basket. Ketika masih SMA, tempat itu adalah tempat berolahraga kami. Bahkan tidak jarang sepulang sekolah kami bertanding satu kelas dengan kelas lain.

Di lapangan itu juga banyak digunakan oleh klub-klub sepakbola, semisal dulu MBFA, Honda, dan banyak lagi. MBFA yang paling dikenal dengan pelatih "Si Bung" -nya dan banyak menelorkan pemain-pemain legendaris, seperti Iswadi Idiris, Surya Lesmana, dan banyak lagi. Dulu ketika klub Jayakarta masih jaya-jayanya sering melakukan uji coba di lapangan itu. Saya tidak ketinggalan menyaksikan dari pinggir lapangan, misalnya Andi Lala dkk. beraksi.

Di luar Lapangan Banteng dikelilingi oleh gedung-gedung bersejarah. Ada gedung Departemen Keuangan yang dibangun pada tahun 1876 oleh Daendels, lalu Kantor Pos, Gereja Kathedral, Mesjid Istiqlal, Hotel Borobudur, dan Kantor Departemen Agama. Khusus untuk Mesjid Istiqlal, saya merasa bangga ikut menjadi saksi jalannya pembangunan dari pemasangan marmer sampai megah seperti sekarang ini. Sebab masa-masa SMA 1974-76, saya tidak menyiakan diri setiap shalat Jumat di sana. Pada saat itu pembangunan baru pada tahap pemasangan marmer, baik di dinding maupun lantai.

Sejarah Lapangan Banteng sendiri cukup lama. Siapa sangka kalau dulu bernama Lapangan Singa, karena ada patung singa di sebuah tugunya. Di zaman Belanda, untuk mengejek kekalahan Napoleon di Waterloo Belgia pada 1815, maka area tersebut dinamakan Waterloo Plein. Tadinya juga ada patung JP Coen, pendiri kota tersebut. Namun, ketika Jepang masuk ke Indonesia pada 1942 patung tersebut dihancurkan.

Lapangan Banteng memang bersejarah, baik untuk orang-orang pada masa sebelum kemerdekaan maupun kita yang mengisi kemerdekaan itu. Apalagi di saat tempat itu dijadikan terminal bis. Menjadi tempat berkumpulnya anak-anak sekolah yang mau berpacaran, sekedar janji, pelarian bagi yang bolos, atau bahkan bisa juga menjadi tempat nongkrongnya para pencopet.

Tidak ada komentar: