Minggu, 24 Mei 2009

RUMAH MANDIRI

Istilah "Rumah Mandiri" saya peroleh dari Pak Joumat, rekan saya yang bekerja di News Demokrat. Saya bercerita, dalam beberapa bulan terakhir keperluan sehari-hari banyak ditopang oleh hasil dari rumah, dari makan sampai urusan herbal.

Rumah saya yang di Kranggan Wetan, Jati Rangga, Jati Sempurna, Bekasi (lebih enak masuk dari jalan alternatif Cileungsi/Cibubur), dalam empat tahun terakhir memang beraneka ragam ada di sana. Selain tempat tinggal, saya memelihara ayam kampung, ikan, dan tanaman hias maupun obat-obatan.

Luas rumah berikut tanah sekitar 600 meter persegi. Letaknya di perkampungan dengan kebanyakan penduduk masih penghuni lama. Pepohonan masih banyak di sekitar, begitu pula dengan hewan peliharaan, dari kambing, kerbau, sampai ayam potong. Saya beli pada tahun 2003, tidak banyak saya ubah, hanya sekelilingnya dibuat pagar. Tiga bagian, yaitu halaman depan, bangunan rumah tua, dan halaman belakang tetap seperti sedia kala. Hanya saya tambahkan fungsinya, khususnya pada halaman depan dan belakang. Di depan ada berbagai tanaman dan kolam ikan, sedangkan di belakang khusus kandang ayam kampung.

Dari sekadar hobi tapi ternyata menghasilkan, walau belum untung besar, baru pada tingkat pemutaran modal. Di balik ada penjualan inilah peliharaan-peliharaan itu kami makan untuk kebutuhan sehari-hari. Kalau ingin makan ayam kampung tinggal potong. Kalau ingin ikan lele, bawal, gurame, maupun nila, tinggal tangkap. Dan itu hampir dilakukan setiap hari. Bahkan telur ayam kampung sering saya santap dengan setengah matang layak di warung-warung kopi.

Soal tanaman juga demikian. Ada yang dijual, ada pula yang untuk keperluan sendiri. Rambutan rapiah, acap diborong oleh orang sementara untuk keluarga secukupnya saja. Sementara untuk tanaman hias, saya pasang harga untuk dibeli. Sekarang ada tambahan lagi, yaitu lidah buaya. Bukan untuk dijual tapi saya pakai untuk sendiri. Bisa untuk rambut bahkan dibikin jus atau dimasak untuk diminum sebagai obat pelancar pencernaan.

Ayam kampung di kandang berkisar tidak kurang 200 ekor, sementara ikan di dua kolam sekitar 1.000-an ekor. Nah, kalau itu untuk disantap setiap hari per ekor, setahun bakal tidak habis (setahun kan 350 hari). Kisaran jumlah ayam kampung stabil karena saya pelihara hingga menetas dan punya anak, lalu setiap dua bulan dibeli oleh pedagang pasar. Sementara itu ikan saya beli bibitnya, selain tentu ikan nila yang rajin beranak. Begitu terlihat layak konsumsi, saya tawarkan ikan-ikan itu untuk dijual.

Tanaman hias saya beraneka ragam, ada puring, anthurium, adenium, phorbia, angrek, sampai sansivera. Sedangkan tanaman obat, selain lidah buaya, ada zodia si anti nyamuk, sirih merah dan hitam, sampai pohon salam.

Saya lakukan semua ini sebagai persiapan menghadapi pensiun kelak. Saya yakin jika diurus dengan lebih perhatian akan mendatangkan keuntungan lumayan. Target saya nantinya perputaran ayam sampai seribu ekor, sementara ikan ada empat kolam, dan tanaman yang selektif yang mempunyai harga tinggi. Syukur-syukur dapat tambahan rejeki guna memperluas tanah untuk keperluan tersebut.

Kalau peliharaan-peliharaan itu tidak laku, ya seperti cerita di atas, dimakan sendiri. Toh sama saja, tetap untung. Karena kalau dimakan sendiri berarti mengurangi pengeluaran untuk belanja sehari-hari.

Di tengah-tengah ancaman krisis global semakin meluas seperti sekarang ini, masyarakat harus pintar berkreasi menciptakan peluang untuk memperoleh pendapatan sehari-hari. Saya sendiri selalu berharap, rumah-rumah saya dimakmurkan oleh Yang Kuasa. Kebetulan saya punya tiga rumah; selain di Kranggan ada di Kemayoran dan saya kontrakkan. Satu lagi di Cipanas, sering kali disewa orang untuk keperluan liburan.

Rumah Mandiri menjadi salah satu jalan menuju arah yang lebih baik.

Selasa, 19 Mei 2009

Baru Dinda Yang Lolos

Bulan April merupakan bulan paling tinggi mobilitas di antara saya dan dua anak, Dinda dan Anggia. Saya berjuang untuk lolos dari calon legislatif, Dinda diwisuda sekaligus usaha mencari kerja, sedangkan Anggia menempuh ujian akhir SMA.

Hasilnya untuk sementara sudah ketahuan. Pemilu 9 April lalu belum meluluskan saya ke Senayan. Saya terima dengan positif, kalah tapi bertambah pengalaman dan networking saya. Sementara itu untuk Anggia, pengumuman ujiannya baru dikeluarkan pada 13 Juni. Tapi dari keikutsertaan ujian ke Simak Universitas Indonesia ia gagal. Memang masih ada ujian masuk bersama perguruan tinggeri negeri (SNMPTN) pada bulan Juni. Tapi, untuk perguruan swasta ia sudah diterima di London School. Ia memang ingin melanjutkan ke bidang komunikasi.

Nah, ternyata yang baru lolos di antara kami pada "ujian April" itu adalah Dinda. Ia sudah diterima untuk job trainning di Pupuk Kalimantan Timur (PKT), sebulan sebelum diwisuda di ITB, 18 April. Karuan saja ia harus minta izin untuk wisuda walau baru sebulan di Bontang, pusat PKT.

Perjalanan dari Bontang ke Jakarta dan Bandung dan sebaliknya cukup menguras konsentrasi tenaga dan pikiran. Maklum ia harus lewat darat dari Bontang ke Balikpapan yang ditempuh dalam 5 jam dan dilakukan pada malam-hingga pagi hari.

Wisuda pada 18 April di Gedung Sabuga Bandung berjalan lancar. Tidak terasa sudah empat tahun lamanya kami orangtua mahasiswa pernah dikumpulkan di tempat itu lalu dijamu dosen di tempat kuliah, pada waktu itu kami melakukan hal sama lagi walau kali ini menghadiri pelepasan anak-anak kami dari ITB.

Begitu pula perjalanan pulang Dinda ke Bontang, berjalan lancar. Dan, sekarang ia sedang menjalani hari-hari uji coba menjadi karyawan perusahaan pupuk terbesar di Tanah Air itu. Dia memang memilih untuk bekerja dulu sebelum melanjutkan S2-nya.

God Bless You!