Minggu, 28 September 2008

Dari Hati Yang Tulus


SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1429 H

MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Rabu, 24 September 2008

Insinyur Dinda

Siang itu (Rabu, 24 September) ketika sedang mengendarai mobil menuju kantor hp saya berdering. Si sulung Dinda menelpon. Terdengar suara dari anak saya yang pertama yang kuliah di ITB Bandung; "Pa, aku lulus."

Ya, dia baru saja mengabarkan kelulusannya dari ujian kompre yang merupakan ujian terakhirnya. Seluruh mata kuliah dari smester 1 sampai 8 diuji di situ. Ia melakukan persiapan lebih dari sebulan sambil tentu menunggu jadwal. Lulus dari ujian ini memasuki tahap formalitas wisuda. Menurutnya, kalau tidak bulan Oktober ya bulan Maret tahun depan wisudanya.

Sebagai orangtua senangnya bukan kepalang. Ucapan bersyukur kepada Allah SWT saya ucapkan membalas ungkapan keriangan Dinda. Sambil menunggu wisuda, kini ia sudah layak menyandang gelar insinyur (Ir.). Kata almarhum Benyamin dalam sinetron "Si Doel Anak Sekolahan" gelar itu disebut "Tukang Insinyur". Sama juga seperti Bang Ben yang berjingkrakan menyambut gelar itu untuk Si Doel, saya juga keriangan. Di mobil berteriak-teriak memuji kebesaran Tuhan.

Saya memang mungkin masih kalah dibanding orangtua-orangtua yang kurang beruntung dalam ekonomi tapi mampu menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang tinggi. Banyak cerita kita peroleh, misalnya seorang tukang jamu berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga ke luar negeri. Dan banyak cerita heroik orangtua lagi.

Namun demikian saya tetap bersyukur. Merasa bangga, kalau dari tangan saya telah berhasil menelorkan anak berpendidikan S-1 dari universitas ternama. Apalagi Dinda berhasil menyelesaikan waktu sekolahnya dengan normal, empat tahun. Di usia masih cukup muda, 21 tahun. Dibanding bapaknya yang baru mendapat S-1 pada usia 48 tahun! Gila apa neh!

Saya dapat S-1 dan kemudian S-2 nggak pernah membayangkan. Begitu pula dengan anak saya berkuliah di universitas negeri ternama dengan masuk dan lulus lewat jalur normal. Namun, di balik itu tantangan pun muncul lagi. Akan ke mana Dinda setelah lulus? Saya menyerahkan kepada dia, apa mau bekerja atau melanjutkan ke S-2 tapi lewat beasiswa ke luar negeri? Beberapa pilihan sedang dalam perencanaan.

Tantangan lain tentu buat si kecil Anggia, yang tahun depan memasuki masa kuliah. Ia memiliki beban melihat kakaknya yang tembus ke universitas negeri lewat jalur SPMB. Buat saya, saya menyerahkan lagi kepada si anak. Dalam ancang-ancang ia ingin pilih jalur sosial meski kini ia berada di SMA jurusan IPA. Jurusan yang masih ditimbang-timbang adalah psikologi dan komunikasi.

Sebagai orangtua tentu mendorong keinginannya. Ia sudah masuk bimbingan belajar BTA. Yang penting sekarang adalah usaha dulu, soal hasil diserahkan kepada Tuhan.

Go ahead, my daughter! Yeah!